Friday, January 24, 2014

Puisi Meditasi | Abdul Hadi W. M.


Meditasi
Abdul Hadi W. M.

I
Kupeluk sinar bulan. Tubuhku kedinginan.
Di gerbang cahaya yang berkilauan akan segera nampak di depan kita sebuah gereja tua. Ketika lonceng berbunyi beribu burung terbang ke sana hendak mensucikan diri. Sebab selalu ditempuhnya jalan yang sama, selalu dinyanyikannya lagu yang sama dan sesat di sarang yang sama.
Lalu kita dengar paduan suaranya. Seperti deru angin di pantai. “Demi Jesus, pahala sorga dan kenikmatan, akan kami hapuskan dosa kami seluruhnya,” begitu nyanyian mereka. “Tuhan, pujaan Ayub dan Yusuf, gembala Musa dan Muhammad – bentangkanlah pada kami jalan yang benar dari aroma bintang dan buah-buahan.”
O, burung-burung, sudahkah kau baca Farid Attar?
Yerussalem dan Mekkah tidak seluas hati dan jiwa ini.
Pohon-pohon rindang lebat tumbuh juga dalam hatimu.
Nyanyikanlah itu sepanjang pagi sepanjang sore.

II
Di sini semenjak lama aku aku adalah seorang rahib yang mengheningkan
cipta dalam sebatang kayu.
Kebenaran kudapat dari embun dan mawar.
Seperti ciuman perempuan dan bintang-bintang.
Tapi perempuan tua ini selalu merayuku dan minta aku menyusu pula
hingga kering dan mandul teteknya.
Itulah dunia.

III
Akupun sudah letih naik turun candi, ke luar masuk gereja dan mesjid.
Tuhan makin sempit rasa kebangsaannya,
“Musa! Musa! Akulah tuhan orang Israel!” teriaknya
Di mesjid, di rumah sucinya yang lain ia berkata pula:
“Akulah hadiah seluruh dunia, tapi sinarku memancar di Arab.”
Aku termenung. Apa kekurangan orang Jawa?
Kunyanyiakn Bach dalam tembang kinanti dan kupulas Budha jadi
seorang dukun di Madura.
Aku menemu sinar di mata kakekku yang sudah mati.
Bila hari menahun dan kota jadi benua, aku akan bikin negeri di sebuah
flat karena aku pun adalah rumah-Nya.

IV
Bercakap-cakap dari pintu ke pintu. Bernyanyi dari pintu ke pintu. Mengetuknya berkali-kali. Sudah lama aku tak tahu di mana Dia sebenarnya, di mesjid, di kuil ataukah di gereja.
Pernah aku percaya benar pada cinta dan kebijaksanaan yang jauh dari kemauanku sendiri. Kata mereka, “Berbaiklah kepada semua orang dan berjalanlah di jalan suci!”  Bagai seekor keledai aku pun melenggang membawa beban berisi hartanya dan sampai di sebuah gurun.
Kafilah tidak bisa menunjukkan jalan lagi. Kemi berpisah tengah malam. Bintang-bintang berloncatan gembira di langit yang tinggi. Tapi di tengah kelaparan dan panas aku pun menjelma seekor singa. Aku tak mau lagi mendengarkan khotbah dan nasehat. Sakramenku ialah ketiadaan. Sahabatku perobahan yang terus-menerus. Dan kota suciku ialah hati. Kalau di menara itu nanti kuteriakkan azan cacing-cacing akan berkumpul mendatangiku di waktu magrib bersembahyang berzikir mendoakan ketentraman dunia yang baru.

V
Tidak. Sebaiknya kau datang saja di sore hari di saat aku bercermin.
Tapi jangan lagi mewujud atau menjelma.
Tuhan, siapakah namaMu yang sebenarNya? Dari manakah asalMu?
Apakah kebangsaanMu? Dan apa pula agamaMu?
Manusia begitu ajaib. Mereka pandai benar membuat ratusan teori
tentang Aku dengan susah payah. Tapi siapa Aku yang sebenarnya
Aku sendiri pun tidak pernah tahu siapa sebenarnya Aku, dari mana
dan sedang menuju ke mana.

1974

Anda sedang membaca kumpulan/contoh/artikel/puisi/sajak/pantun/syair/tentang/tema/bertema/judul/berjudul Puisi Meditasi | Abdul Hadi W. M. dan anda bisa menemukan kumpulan/contoh/artikel/puisi/sajak/pantun/syair/tentang/tema/bertema/judul/berjudul Puisi Meditasi | Abdul Hadi W. M. ini dengan url http://kumpulankaryapuisi.blogspot.com/2014/01/puisi-meditasi-abdul-hadi-w-m.html,anda juga bisa meng-click kumpulan/contoh/artikel/puisi/sajak/pantun/syair/tentang/tema/bertema/judul/berjudul Puisi Meditasi | Abdul Hadi W. M. Tetapi dilarang merubah isi maupun mengganti nama penyair/pengarang nya karena bertentangan dengan HAKI, semoga anda ter-inspirasi dengan karya Puisi Meditasi | Abdul Hadi W. M. salam Karya Puisi

0 komentar:

Post a Comment

 

kumpulan karya Puisi | Copyright 2010 - 2016 Kumpulan Karya Puisi |